Kisah Si Lebai

Sifat si Lebai yang sering bimbang merupakan Cerita Rakyat Sumatera Barat yang sering di dongengkan secara turun temurun. Pada kesempatan malam hari ini Kakak akan bercerita tentang kisah rakyat Sumatera barat Si Lebai itu kepada Kalian. Anak-anak yang bukan berasal dari Sumatra Barat tentu tidak mengetahui hikayat yang menarik ini. Penasaran ingin tahu kisah lengkap dongeng anak Si Lebai.Yuk Kita ikuti bersama-sama.Sifat si Lebai yang sering bimbang merupakan Cerita Rakyat Sumatera Barat yang sering di dongengkan secara turun temurun. Pada kesempatan malam hari ini Kakak akan bercerita tentang kisah rakyat Sumatera barat Si Lebai itu kepada Kalian. Anak-anak yang bukan berasal dari Sumatra Barat tentu tidak mengetahui hikayat yang menarik ini. Penasaran ingin tahu kisah lengkap dongeng anak Si Lebai.Yuk Kita ikuti bersama-sama.

Si Lebai adalah seorang guru agama. Ia dikenal sebagai pemuda yang baik hati. Semua orang menyukainya. Namun sayang, ia memiliki satu kekurangan, yaitu selalu bimbang. Ya, si Lebai tidak bisa dengan cepat mengambil keputusan. Ia selalu bimbang apakah harus begini, atau harus begitu. Akibat kebimbangannya, si Lebai sering kali gagal mencapai tujuannya.

Suatu pagi, si Lebai pergi memancing. Rupanya ia kehabisan bahan makanan. “Makan siang dengan lauk ikan goreng, hmmm… pasti nikmat,” katanya dalam hati. Untuk bekal selama memancing, si Lebai membungkus singkong rebus. Ia lalu mengajak anjing kesayangannya.

Setelah menunggu beberapa lama, tiba-tiba pancingnya bergerak-gerak. “Asyik… umpanku kena!” teriaknya kegirangan. Ia menarik pancingnya, tapi susah sekali. Sepertinya kail itu tersangkut sesuatu. Si Lebai pun memutuskan untuk terjun ke sungai. Ia ingin melihat, apa yang menyebabkan kaiinya tersangkut.

Si Lebai melepas bajunya. Ia sudah hampir terjun ke sungai, ketika tiba-tiba teringat sesuatu. “Waduh, jika aku terjun ke sungai, bagaimana dengan singkong rebusku? Nanti dimakan anjingku?” katanya dalam hati. Akhirnya ia tidak jadi terjun ke sungai. “Lebih balk kucoba lagi menarik pancinganku ini.” Setelah berkali-kali mencoba, pancingnya tetap tak bergerak.

Suatu pagi, si Lebai pergi memancing. Rupanya ia kehabisan bahan makanan. “Makan siang dengan lauk ikan goreng, hmmm… pasti nikmat,” katanya dalam hati. Untuk bekal selama memancing, si Lebai membungkus singkong rebus. Ia lalu mengajak anjing kesayangannya.

Setelah menunggu beberapa lama, tiba-tiba pancingnya bergerak-gerak. “Asyik… umpanku kena!” teriaknya kegirangan. Ia menarik pancingnya, tapi susah sekali. Sepertinya kail itu tersangkut sesuatu. Si Lebai pun memutuskan untuk terjun ke sungai. Ia ingin melihat, apa yang menyebabkan kaiinya tersangkut.

Si Lebai melepas bajunya. Ia sudah hampir terjun ke sungai, ketika tiba-tiba teringat sesuatu. “Waduh, jika aku terjun ke sungai, bagaimana dengan singkong rebusku? Nanti dimakan anjingku?” katanya dalam hati. Akhirnya ia tidak jadi terjun ke sungai. “Lebih balk kucoba lagi menarik pancinganku ini.” Setelah berkali-kali mencoba, pancingnya tetap tak bergerak.

Namun si Lebai tetaplah si Lebai. Tiap kali ia sampai di tengah sungai, selalu ada saja yang membuatnga ragu meneruskan perjalanan. Sore itu, ia menghabiskan waktu dengan mondar-mandir di sungai saja. Ia tak juga bisa memutuskan apakah ke hulu atau ke hilir. Setelah lelah mendayung perahunya, akhirnya si Lebai memutuskan. “Apa pun yang terjadi, aku ke hilir saja. Aku kenal baik dengan tuan rumah, tak elok rasanya jika aku tak datang,” katanya.

Si Lebai terus mendayung sampai ke hilir sungai. Akhirnya tibalah ia di desa tempat pesta perkawinan diadakan. Si Lebai yang kelelahan dan kelaparan ingin segera makan. Tapi apa yang terjadi? Ternyata pesta telah usai dan semua makanan habis. Bahkan kue pencuci mulut pun tidak bersisa. Lemaslah si Lebai. Terpaksa ia hanya mengalami tuan rumah dan berpamitan pulang. “Maafkan kami Tuan Lebai. Kami kira Tuan tak datang, jadi kepala sapinya kami berikan pada orang lain,” kata sang tuan rumah. Si Lebai hanya bisa mengangguk.

Si Lebai lalu menuju ke perahu dan mendayungnya ke hulu sungai. Ia berharap, makanan di sana tidak lekas habis. Dengan sisa-sisa tenaganya, akhirnya sampai juga ia ke hulu sungai itu. Namun sama seperti pesta di hilir, semua makanan juga telah habis. Pesta itu telah usai, dan semua tamu undangan sudah pulang. Tuan rumah menyambut si Lebai dan meminta maaf, “Maafkan kami Tuan Lebai. Kami pikir Tuan tak datang. Kedua kepala sapi itu sudah kami berikan pada orang lain.” Si Lebai sekali lagi hanga bisa mengangguk. Ia pun duduk lemas di kursi.

Tuan rumah tadi kasihan, lalu memberinya secangkir kopi hangat dan singkong rebus. Begitulah si Lebai, jauh-jauh mendayung perahu hanya untuk mendapatkan secangkir kopi dan singkong rebus. Semua itu akibat sifat bimbang dan ragu yang dimilikinya.

Penulis adalah seorang pemerhati pendidikan anak-anak. Semua tulisan dan isi dalam website ini adalah dirangkum, diambil, di copy dari berbagai sumber di internet. Tulisan dan konten yang terdapat dalam website ini BUKAN hak cipta dari penulis. Jika ada tulisan atau isi konten yang tidak sesuai dan melanggar hak cipta, silahkan hubungi penulis agar segera dihapus. Terima Kasih.

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply