Merawat dan Mengarahkan Perkembangan Pola Pikir Anak

Setiap hari minggu terakhir di akhir bulan, saya mengajak anak-anak didik saya untuk jalan-jalan berkeliling kampung. Anehnya, sepanjang perjalanan, saya selalu diberondong dengan pertanyaan-pertanyaan yang terus keluar dari mulut-mulut mungil mereka. Anak-anak selalu saja menemukan hal-hal baru yang membuat mereka penasaran. “Kak, ini namanya apa?” “Kenapa daun warnanya hijau, kenapa bisa berubah kuning?” “Kenapa mobil berjalan di sebelah kiri?” “Kenapa begini, kenapa begitu?” dan berragam pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Barangkali, hal ini juga terjadi dengan anak-anak ayah dan bunda? Terkadang saya berpikir sangat merepotkan ketika harus menjawab pertanyaan tersebut satu persatu. Namun, saya juga harus menyadari bahwa keengganan saya meladeni pertanyaan anak, justru akan mematikan daya kritis dan kemampuan berpikir anak. Kemampuan berpikir anak, sesungguhnya mulai berkembang seiring kemampuan anak dalam berkomunikasi.

Kecakapan berpikir merupakan hal penting bagi seseorang untuk menghadapi berbagai tantangan baru di kehidupan abad 21. Pola pikir yang diperlukan adalah kemampuan berpikir kritis, logis, dan kreatif. Dengan kecakapan hidup ini, seseorang akan mampu berinovasi, berpikir kritis terhadap informasi dan kenyataan yang sedang dihadapi, serta mampu menyelesaikan masalah sehari-hari. Namun, kecakapan berpikir tentu bukanlah kemampuan yang bisa didapatkan melalui cara-cara instan dan singkat. Melainkan harus melalui latihan dan pengasahan yang dilakukan terus-menerus.

Oleh karena itu, kemampuan ini perlu dikembangkan dan diasah sejak anak usia dini. Untuk megarahkan perkembangan pola pikir anak, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan. Antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama; biarkan anak bermain. Dunia anak adalah dunia bermain. Kita tidak mungkin bisa memisahkan anak dari dunianya. Kita juga tidak mungkin memaksakan waktunya dihabiskan hanya untuk belajar. Namun, satu hal yang perlu diingat bahwa kita sejatinya masih bisa mengendalikan waktu anak dalam bermain. Pilihan bijak yang bisa kita ambil adalah dengan mengatur dan mengawasi anak agar ia bisa bermain namun tetap belajar sekaligus. Belajar sambil bermain adalah hal yang menyenangkan bagi anak. Dengan bermain, kita juga membiasakan anak agar terbiasa berpikir secara menyenangkan. Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Nah, kita bisa membantu memilihkan permainan anak, misalnya dengan mempertimbangkan jenis permainan yang anak sukai atau permainan yang bisa menjadi media belajar bagi anak sesuai dengan usianya. Selain itu, kita juga bisa turut aktif dalam permainan anak dan menemaninya bermain dengan serius. Melalui permainan inilah anak akan dilatih untuk mengeksplorasi hal-hal baru, menemukan suatu permasalahan baru, dan bahkan juga belajar untuk menyelesaikan tantangan atau permasalahan yang dihadapinya tersebut.

Kedua, sabar, tunggu, dan biarkan anak memberikan reaksi atau tanggapan. Anak-anak sering mempertanyakan banyak hal yang baru dijumpainya. Pertanyaan itu bisa bersifat umum, ataupun pertanyaan yang membutuhkan jawaban rumit dan kompleks. Sehingga, tugas orang tua adalah memberikan jawaban sesederhana mungkin dan contoh yang dapat dipahami oleh anak. Berikanlah anak kesempatan sejenak untuk mencerna dan memahami jawaban yang kita berikan. Ketika ia masih belum mengerti, berikan juga dia kesempatan untuk merumuskan pertanyaan atas keingintahuannya tersebut. Kemampuan untuk bertanya juga membutuhkan keterampilan berpikir dan berbahasa yang harus diasah. Dengan demikian, anak akan berlatih untuk berpikir kompleks dan menyeluruh, namun sekaligus dapat menyampaikan ide/gagasannya dalam bentuk yang sederhana.

Ketiga, jangan gegabah ikut campur dalam dunia si anak. Sebagai guru dan orang tua yang bijak, kita harus tahu kapan waktu yang tepat untuk membiarkan anak bereksplorasi, dan kapan waktunya harus turun tangan membantu menyelesaikan masalahnya. Kita harus mau bersabar dan menunggu. Kita sebaiknya memberikan kesempatan dan waktu sejenak bagi anak untuk mencerna, mengamati, dan menganalisis masalahnya sendiri. Jangan sampai, bantuan kita justru membatasi kreativitas dan daya pikirnya. Maksud hati ingin membantu, namun sebenarnya malah memanjakan pikiran anak dalam menyelesaikan masalah. Akibatnya, anak pun jadi malas dan enggan berpikir. Keterampilan ini diperlukan oleh orang tua agar anak-anak terbiasa untuk berpikir secara mandiri.

Keempat, bertanya dengan pertanyaan terbuka. Dalam perkembangan pola pikir anak, orang tua tidak hanya berperan sebagai pemberi pengetahuan dan kebenaran-kebenaran mutlak yang bersifat doktriner. Orang tua juga bertugas melatih logika dan kemampuan berpikir anak. Peran kita mendampingi dan mengarahkan anak dalam melatih pola pikirnya. Guru maupun orang tua harus bisa merangsang pikiran anak dengan pertanyaan-pertanyaan terbuka. Atau memberikan pilihan-pilihan jawaban atas suatu permasalahan. Sehingga anak kita terbiasa berpikir mencari jawaban yang paling logis. Bentuk pertanyaan sederhana, misalnya dengan memberikan dua pilihan atas suatu permaslahan. Kita mengajari anak untuk mempertimbangkan dua pilihan tersebut yang menurutnya paling baik.

Kelima, bantu anak untuk merumuskan asumsi dasar. Kemampuan ini merupakan kemampuan yang berada dalam taraf yang lebih tinggi dalam pola pikir anak. Namun hal ini tetap bisa kita latih sejak dini dimulai dari yang sederhana. Misalnya dengan mempertanyakan alasan mengapa anak menyukai suatu hal dan tidak suka dengan suatu hal yang lain. Dalam hal ini, guru atau orang tua berperan sebagai mediator untuk meluruskan pertimbangan anak.

Keenam, dorong anak untuk berani berpikir kritis, baru dan berbeda (kreatif). Salah satunya adalah dengan tidak memaksakan pendapat atau kehendak sebagai jawaban yang paling benar. Dalam suatu permainan catur misalnya, kita tidak harus mendikte anak untuk mengikuti satu urutan langkah tertentu, tetapi biarkanlah anak berkreasi dengan jalannnya sendiri. Demikian pula dalam masalah-masalah yang lain. Kita juga bisa melatih kreativitas anak dengan permainan kata-kata. Misalnya, kita memberikan satu kata, lalu meminta anak untuk membuatnya menjadi satu kalimat. Atau bahkan menjadi satu rangkaian cerita yang baru sesuai dengan imajinasinya yang bebas. Kita juga bisa membiasakan menceritakan dongeng-dongeng sebelum anak tidur dengan dongeng-dongeng yang baru, unik, dan belum pernah ada sebelumnya, seperti tentang cicak terbang, semut memakan gajah, dan sebagainya sesuai imajinasi liar kita. Namun, biarpun bebas, kita juga harus memperkenalkan batasan-batasan nilai dan prinsip yang harus dipegang teguh oleh anak.

Dengan membiasakan hal di atas, diharapkan pola pikir anak dapat mengalami perkembangan secara positif. Pertanyaan dan rasa ingin tahu yang menunjukkan kemampuan berpikir anak, tidak boleh terhenti hanya karena kesalahan kita dalam menyikapi dan memberikan tanggapan kepada si anak. Enam hal tersebut, menjadi pondasi yang dapat mengasah kemampuan pola pikir anak. Dengan pondasi tersebut, diharapkan dapat membentuk kecakapan berpikir logis, kritis dan kreatif bagi anak dalam rangka menghadapi tantangan kehidupan di masa depannya.

Sumber : ( google / Internet / Amin Yogyakarta )

Penulis adalah seorang pemerhati pendidikan anak-anak. Semua tulisan dan isi dalam website ini adalah dirangkum, diambil, di copy dari berbagai sumber di internet. Tulisan dan konten yang terdapat dalam website ini BUKAN hak cipta dari penulis. Jika ada tulisan atau isi konten yang tidak sesuai dan melanggar hak cipta, silahkan hubungi penulis agar segera dihapus. Terima Kasih.

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply